Kamis, 10 Desember 2020

MAKALAH PROSES KEPUTUSAN INOVASI

 


MAKALAH

PROSES KEPUTUSAN INOVASI

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Inovasi Pembelajaran Fisika

 

Dosen Pengampu :

1.    Prof. Dr. Sarwi, M.Si.

2.    Dr. Suharto Linuwih, M.Si.

 

 

Disusun oleh :

Fauziah Utrujjah                               (0403519001)

Adina Widi Astuti                             (0403519003)

Sudarmin                                           (0403519011)

 

 

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

 2020


BAB I

PENDAHULUAN

 

A.  Latar Belakang Masalah

Pendidikan formal dirasakan urgensinya ketika keluarga tidak mampu lagi memberikan pendidikan yang wajar kepada anak-anaknya. Lembaga ini akhirnya diterima sebagai wahana proses kemanusiaan dan pemanusiaan kedua setelah keluarga. Dalam perjalanannya, ternyata tidak ada pendidikan formal yang benar-benar netral. Ini ditandai dengan adanya praktek pendidikan yang kurang menghargai kebebasan siswa.

Realitas dimana lembaga pendidikan formal, mulai dari jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, hingga pendidikan tinggi mengalami kemajuan pesat secara kuantitatif. Ditandai dengan peningkatan jumlah lulusan siswa dari tahun ke tahun. Namun, kita dihadapkan kepada dilema berkaitan dengan masalah kemampuan professional guru dalam mengelola kelas masih kurang dari harapan.

Guru yang berperan sebagai innovator sangat jarang atau bahkan sama sekali tidak ada pada sekolah-sekolah tertentu. Sesungguhnya menjadi innovator sebagai penggagas kebijakan memang pekerjaan yang berat dan beresiko. Namun tanpa adanya innovator yang siap menanggung resiko juga akan menimbulkan dampak yang tidak baik bagi kemajuan pendidikan kita serta hanya mampu mencetak generasi-generasi yang statis dalam berfikir dan lamban dalam bertindak. Oleh karena itu, diperlukan pemahaman tentang proses keputusan inovasi, tahapan-tahapannya serta tipe-tipe keputusan inovasi.

 

B.  Rumusan Masalah

1.      Apakah yang dimaksud dengan proses keputusan inovasi?

2.      Bagaimanakah tahapan dari proses keputusan inovasi?

3.      Apa sajakah tipe-tipe keputusan inovasi?

 

C.  Tujuan

1.    Mengetahui pengertian dari proses keputusan inovasi.

2.    Memahami tahapan dari proses keputusan inovasi.

3.    Memahami tipe-tipe keputusan inovasi.


 

BAB II

PEMBAHASAN

A.  Pengertian Proses Keputusan Inovasi

Proses keputusan inovasi adalah proses yang dialami oleh individu (unit pengambil keputusan yang lain), mulai dari pertama tahu adanya inovasi, kemudian dilanjutkan dengan keputusan setuju terhadap inovasi, penetapan keputusan menerima atau menolak inovasi, implementasi inovasi, dan konfirmasi terhadap keputusan inovasi yang telah diambilnya (Sa’ud, 2015). Merujuk kepada pengertian di atas, maka dapatlah dimaknai bahwa proses mengandung arti bahwa aktivitas itu membutuhkan waktu dan setiap saat tentu terjadi perubahan. Lamanya waktu yang dipergunakan selama proses itu berbeda antara orang atau organisasi satu dengan yang lain yang bergantung pada kepekaan orang atau organisasi terhadap inovasi. Demikian pula selama proses inovasi itu berlangsung akan selalu terjadi perubahan yang berkesinambungan sampai proses itu dinyatakan berakhir. Proses keputusan inovasi bukanlah kegiatan yang dapat berlangsung seketika, tetapi merupakan serangkaian kegiatan yang berlangsung dalam jangka waktu tertentu, sehingga individu atau organisasi dapat menilai gagasan yang baru itu sebagai bahan pertimbangan untuk selanjutnya akan menolak atau menerima inovasi dan menerapkannya.

Menurut Sa’ud (2015) ciri pokok keputusan inovasi merupakan perbedaannya dengan tipe keputusan yang lain ialah dimulai dengan adanya ketidaktentuan (uncertainty) tentang sesuatu (inovasi), misalnya ketika harus mengambil keputusan untuk menghadiri rapat atau melakukan olahraga, maka kita sudah tahu apa yang akan dilakukan jika menghadiri rapat, begitu pula apa yang akan dilakukan jika melakukan olaharga. Rapat dan olahraga bukanlah hal yang baru. Pertimbangan dalam mengambil keputusan mana yang paling menguntungkan sesuai dengan kondisi saat itu. Keputusan ini bukanlah keputusan inovasi. Berbeda halnya dengan ketika mengambil keputusan untuk mengganti penggunaan minyak bumi dengan bahan bakar gas, yang sebelumnya belum pernah menggunakan atau belum tahu tentang kompor gas, maka keputusan ini adalah keputusan inovasi. Proses pengambilan keputusan mau tidak mau menggunakan kompor gas, dimulai dengan adanya serba ketidaktahuan tentang kompor gas, yaitu masih terbuka berbagai alternatif, mungkin lebih bersih, lebih hemat, lebih tahan lama, tetapi mungkin juga berbahaya dan sebagainya. Untuk sampai pada keputusan yang mantap menerima atau menolak kompor gas perlu informasi. Dengan kejelasan informasi akan mengurangi ketidaktentuan dan berani mengambil keputusan.

 

B.  Tahapan Proses Keputusan Inovasi

Menurut Rogers (2003) ada tahapan-tahapan proses dalam keputusan inovasi, berikut tahapan-tahpan proses keputusan inovasi:

1.      Tahap Pengetahuan (Knowledge)

Tahapan pertama proses inovasi dimulai dengan tahapan pengetahuan, yaitu pada tahap ini seseorang menyadari adanya suatu inovasi dan ingin tahu bagaimana inovasi tersebut. Menyadari dalam hal ini bukan memahami melainkan membuka diri untuk mengetahui inovasi. Menyadari atau membuka diri terhadap inovasi tentu dilakukan secara aktif.

Seseorang yang menyadari perlunya mengetahui inovasi tentu berdasarkan pengamatannya tentang inovasi  itu sesuai dengan kebutuhan, minat atau kepercayaannya. Misalnya, pada acara siaran televisi disebutkan bahwa akan disiarkan tentang metode baru alam mengajarkan berhitung di sekolah dasar. Guru A yang mendengar dan melihat acaran tersebut menyadari bahwa ada metode baru tersebut, ia pun mulai proses keputusan inovasi pada tahap pengetahuan. Adapun guru B walaupun mendengar dan melihat acara TV, tidak ingin tahu maka belum terjadi proses keputusan inovasi.

Pada contoh guru A, guru tersebut memiliki keingintahuan mengenai metode baru berhitung, karena ia memerlukannya. Adanya inovasi menumbuhkan kebutuhan karena kebetulan ia merasa membutuhkannnya. Sekalipun demikian, mungkin terjadi karena seseorang membutuhkan sesuatu, untuk memenuhiya, ia mengadakan inovasi. Dalam kenyataan di masyarakat, hal ini jarang terjadi, karena banyak orang tidak tahu apa yang diperlukan. Dalam bidang pendidikan, misalnya yang dapat merasakan perlunya perubahan adalah para pakar pendidikan, sedangkan guru belum tentu menerima perubahan atau inovasi yang sebenarnya diperlukan untuk mengefektifkan pelaksanaan tugasnya.

Setelah menyadari adanya inovasi dan membuka dirinya untuk mengetahui inovasi, keaktifan untuk memenuhi kebutuhan ingin tahu tentang inovasi itu bukan hanya berlangsung pada tahap pengetahuan, tetapi juga pada tahap lain, bahkan sampai pada tahap konfirmasi masih ada keinginan untuk mengetahui aspek-aspek tertentu dari inovasi.

Berkaitan dengan pengetahuan tentang inovasi, ada generalisasi prinsip-prinsip umum tentang pihak-pihak umum tentang pihak-pihak yang lebih awal mengetahui tentang inovasi :

a.    Pihak-pihak yang lebih awal tahu tentang inovasi lebih tinggi pendidikannya dari yang akhir.

b.    Pihak-pihak yang lebih awal tahu tentang inovasi lebih tinggi status sosial ekonominya dari pada yang akhir.

c.    Pihak-pihak yang lebih awal tahu tentang inovasi lebih terbuka terhadap media massa dari pada yang akhir.

d.    Pihak-pihak yang lebih awal tahu tentang inovasi lebih terbuka terhadap komunikasi interpersonal dari pada yang akhir.

e.    Pihak-pihak yang lebih awal tahu tentang inovasi lebih banyak dengan agen pembaharu dari pada yang akhir.

f.     Pihak-pihak yang lebih awal tahu tentang inovasi lebih kosmopolitan (mempunyai wawasan dan pengetahuan luas) daripada yang akhir.

 

2.      Tahap Bujukan (Persuation)

Pada tahap bujukan atau persuasi dari proses keputusan inovasi, seseorang membentuk sikap menyenangi atau tidak menyenangi terhadap inovasi. Jika pada tahap pengetahuan proses kegiatan mental yang utama adalah dibidang kognitif, maka pada tahap persuasi, proses kegiatan mental yang berperan utama adalah bidang afektif atau perasaan. 

Pada tahap bujukan ini yang lebih banyak berperan adalah keaktifan mental, dalam hal ini seseorang akan berusaha untuk mengetahui lebih banyak tentang inovasi dan menafsirkan informasi yang diterimanya. Pada tahap ini, berlangsung seleksi informasi disesuaikan dengan kondisi dan sifat pribadinya. Di sinilah, peranan karakteristik inovasi dalam mempengaruhi proses keputusan inovasi.

Di samping itu, pada tahap bujukan ini juga yang berperan penting adalah peran kemampuan individu atau organisasi untuk mengantisipasi kemungkinan penerapan inovasi masa mendatang. Diperlukan kemampuan untuk memproyeksikan penerapan inovasi dalam pemikiran berdasarkan kondisi dan situasi yang ada. Untuk mempermudah proses mental itu diperlukan gambaran yang jelas tentang cara pelaksanaan inovasi.

Hasil tahap bujukan yang utama adalah adanya penentang menyenangi atau tidak menyenangi inovasi. Diharapkan hasil tahapan bujukan akan mengarahkan proses keputusan inovasi. Dengan kata lain, ada kecenderungan kesesuaian antara menyenangi inovasi dengan menerapkan inovasi. Perlu diketahui bahwa sebenarnya antara sikap dengan aktivitas masih ada jarak. Orang yang menyenangi inovasi belum tentu menerapkan inovasi. Ada jarak atau kesenjangan antara pengetahuan, sikap dengan penerapan (praktek), misalnya seorang guru mengetahui metode diskusi, mengetahi cara menerapkannya, dan senang menggunakan, tetapi tidak pernah menggunakannya. Karena faktor tempat duduknya tidak memungkinkan, jumlah siswanya terlalu besar dan merasa khawatir bahan pelajarannya tidak akan dapat disajikan sesuai dengan batas waktu yang ditentukan. Oleh karena itu perlu adanya bantuan pemecahan masalah.

 

3.      Tahap Keputusan (Decision)

Tahap keputusan dari proses keputusan inovasi, berlangsung jika seseorang melakukan kegiatan yang mengarahkan untuk menetapkan menerima atau menolak inovasi. Menerima berarti sepenuhnya akan menerapkan inovasi tersebut. Seringkali terjadi seseorang menerima inovasi setelah ia mencoba lebih dahulu, kemudian dilanjutkan secara keseluruhan jika sudah terbukti berhasil sesuai dengan yang diharapkan.

Inovasi yang dapat dicoba bagian demi bagian akan lebih cepat diterima, akan tetapi tidak semua inovasi dapat dicoba dengan dipecahkan menjadi beberapa bagian. Dalam kenyatannya, pada setiap tahap dalam proses keputusan inovasi dapat terjadi penolakan inovasi, misalnya penolakan dapat terjadi pada awal tahap pengetahuan, tahap bujukan, atau setelah konfirmasi dan sebagainya.

Terdapat dua macam penolakan inovasi yaitu:

a.    Penolakan aktif artinya penolakan inovasi setelah mempertimbangkan untuk menerima inovasi atau mencoba lebih dahulu, tetapi keputusan akhir menolak inovasi.

b.    Penolakan pasif artinya penolakan inovasi tanpa pertimbangan.

 

4.      Tahap Implementasi (Implementation)

Tahap implementasi dari proses keputusan inovasi terjadi apabila seseorang menerapkan inovasi. Pada tahap implementasi ini berlangsung keaktifan baik mental maupun perbuatan. Keputusan penerimaan gagasan atau ide baru dibuktikan dalam praktik. Pada umumnya implementasi tentunya mengikuti hasil keputusan inovasi, tetapi dapat juga terjadi karena sesuatu hal, sesudah memutuskan menerima inovasi tersebut namun tidak diikuti implementasinya. Biasanya hal ini terjadi karena fasilitas penerapannya tidak tersedia.

   Tahapan implementasi berlangsung dalam waktu yang sangat lama, bergantung pada keadaan inovasi. Suatu tanda bahwa tahap implementasi inovasi berakhir jika penerapan inovasi sudah melembaga dan menjadi hal-hal yang bersifat rutin atau merupakan hal yang baru lagi.

 

5.      Tahap Konfirmasi (Confirmation)

Pada tahap konfirmasi ini seseorang mencari penguatan terhadap keputusan yang telah di ambilnya dan orang tersebut dapat menarik kesimpulan kembali keputusannya jika memang diperoleh informasi yang bertentangan dengan informasi semula. Tahap konfirmasi sebenarnya berlangsung secara berkelanjutan sejak terjadi keputusan menerima atau menolak inovasi yang berlangsung dalam waktu yang tidak terbatas. Selama dalam konfirmasi, seseorang berusaha menghindari terjadi disonansi, paling tidak berusaha menguranginya.

   Terjadinya perubahan tingkah laku antara lain disebabkan terjadinya ketidakseimbangan internal. Orang itu merasa dalam dirinya ada sesuatu yang tidak sesuai atau tidak selaras yang disebut disonansi, sehingga orang tersebut merasa tidak enak. Jika merasa dalam dirinya terjadi disonansi, maka ia akan berusaha menghilangkannya atau menguranginya dengan cara mengubah pengetahuan, sikap atau perbuatannya. Usaha untuk mengurangi disonansi dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a.    Apabila seseorang menyadari suatu kebutuhan dan berusaha mencari sesuatu untuk memenuhi kebutuhan, misalnya dengan mencari informasi tentang inovasi. Hal ini terjadi pada tahap pengetahuan dalam proses keputusan inovasi.

b.    Apabila seseorang tahu tentang inovasi dan telah bersikap menyenangi inovasi tersebut, tetapi belum menetapkan keputusan untuk menerima inovasi maka ia berusaha untuk menerimanya, untuk mengurangi adanya disonansi antara yang disenangi dan diyakini dengan yang dilakukan. Hal ini terjadi pada tahap keputusan inovasi dan tahap implementasi dalam proses keputusan inovasi.

c.    Setelah menetapkan untuk menerima dan menerapkan inovasi, kemudian diajak untuk menolaknya, disonansi ini dapat dikurangi dengan cara tidak melanjutkan penerimaan dan penerapan inovasi. Ada kemungkinan juga seseorang yang telah menetapkan untuk menolak inovasi, kemudian diajak untuk menerimanya maka usaha mengurangi disonansi dengan cara menerima inovasi (mengubah keputusan semula). Perubahan ini terjadi (tidak meneruskan inovasi atau mengikuti inovasi terlambat) pada tahap konfirmasi dari proses keputusan inovasi.

Ketiga cara mengurangi disonansi tersebut, berkaitan dengan perubahan tingkah laku seseorang sehingga antara sikap, perasaan, pikiran, perbuatan sangat erat hubungannya, bahkan sulit dipisahkan karena yang satu mempengaruhi yang lain. Itulah sebabnya, dalam kenyataan kadang-kadang sukar untuk mengubah keputusan yang sudah terlanjur mapan dan disenangi , walaupun secara rasional diketahui ada kelemahannya. Karena sering terjadi untuk menghindari timbulnya disonansi, itu hanya berubah mencari informasi yang dapat memperkuat keputusannya. Dengan kata lain, orang itu melakukan seleksi informasi dalam tahap konfirmasi.

 

C.  Tipe-Tipe Keputusan Inovasi

Tipe keputusan inovasi dapat dibedakan atas beberapa tipe keputusan inovasi, di mana tipe-tipe itu terkait dengan dapat diterima atau tidaknya suatu inovasi oleh individu sebagai anggota sistem sosial atau keseluruhan anggota sistem sosial yang menentukan untuk menerima inovasi berdasarkan keputusan bersama atau berdasarkan paksaan (kekuasaan). Setidaknya terdapat 4 (empat) tipe keputusan inovasi menurut Rusdiana (2014) yaitu:

1.      Keputusan Inovasi Opsional

Keputusan inovasi individual adalah suatu keputusan inovasi ketika seseorang mengambil peran dalam membuat suatu keputusan untuk melakukan inovasi setelah melalui proses pertimbangan yang dilakukan oleh dirinya sendiri. Keputusan seseorang untuk menerima atau menolak inovasi merupakan suatu rentetan tindakan yang membentuk rangkaian proses yang terjadi dalam jangka waktu tertentu. Keputusan inovasi optional muncul karena adanya rangsangan pada diri seseorang untuk melakukan sesuatu agar dapat mengatasi masalah yang dihadapinya. Motivasi untuk mengatasi masalah mungkin tidak muncul dari luar. Namun, pihak luar dapat berfungsi sebagai pemicu munculnya motivasi dalam dirinya (seperti teori belajar sosialnya Bandura). Tipe keputusan inovasi optional mungkin tidak akan menyebar dengan cepat apabila tanpa didukung anggota komunitas yang ada di sekitarnya, terutama anggota komunitas (sistem sosial) tidak melihat inovasi itu sebagai suatu kebutuhan bersama.

Proses Keputusan Inovasi Opsional

Keputusan seseorang untuk menerima atau menolak inovasi bukanlah tindakan yang sekali jadi, melainkan lebih menyerupai suatu proses yang terdiri dari serangkaian tindakan dalam jangka waktu tertentu. Keputusan difusi inovasi opsional terdiri atas 4 tahap, yaitu:

a.    Tahap Pengenalan

Tahap pengenalan bermula ketika seseorang mengetahui adanya inovasi dan memperoleh beberapa pengertian mengenai bagaimana inovasi itu berfungsi. Banyak peneliti yang menyatakan bahwa kesadaran pengetahuan itu sebagai peristiwa yang tak disengaja oleh seseorang. Umumnya seseorang membuka diri terhadap ide-ide yang sesuai dengan minat, kebutuhan dan sikap yang apa adanya. Sadar atau tidak biasanya kita menghindari pesan-pesan yang bertentangan dengan predisposisi pribadi. Kecenderungan seperti ini disebut selective exposure. Hessinger menyatakan bahwa jarang sekali seseorang membuka diri terhadap pesan-pesan inovasi jika mereka belum membutuhkan inovasi itu (selective perpection).

b.   Tahap Persuasi

Pada tahap persuasi, seseorang membentuk sikap berkenaan atau tidak terhadap inovasi. Jika aktivitas menetap pada tahap pengenalan terutama adalah berlangsungnya fungsi kognitif, aktivitas mental pada tahap persuasi yaitu utama afektif (perasaan). Sebelumnya seseorang mengenal suatu ide baru, ia tidak dapat membentuk sikap tertentu terhadapnya. Pada tahap persuasi seseorang lebih terlibat secara psikologis dengan inovasi. Sekarang dengan giat ia mencari keterangan mengenai ide baru itu.

Dengan demikian selective perpection penting dalam menentuka perilaku komunikasi pada tahap penentuan sikap. Pada tahap persuasi inilah persepsi umum terhadap inovasi dibentuk. Ciri-ciri difusi inovasi yang tampak misalnya keuntungan relative, kompatibilitas dan kerumitan atau kesederhanaannya sangat penting artinya pada tahap ini. Dalam tahap ini ada dua tingkatan sikap yaitu sikap khusus dan sikap umum. Sikap khsusus terhadap difusi inovasi adalah berkenaan atau tidaknya seseorang, percaya atau tidaknya seseorang terhadap kegunaan suatu inovasi bagi dirinya sendiri. Sikap terhadap inovasi pada umumnya (tapi tidak selalu) merupakan prediksi bagi keputusan untuk menerima atau menolak.

c.    Tahap Keputusan

Pada tahap keputusan seseorang terpilih dalam kegiatan yang mengarah pada pemilihan untuk menerima atau menolak inovasi. Keputusan ini meliputi keputusan pertimbangan lebih lanjut apakah ia akan mencoba inovasi atau tidak. Sebagian besar orang tidak menerima suatu inovasi tanpa mencobanya terlebih dahulu sebagai dasar untuk melihat kemungkinan kegunaan inovasi itu bagi situasi dirinya sendiri. Percobaan dalam skala kecil ini sering kali menjadi bagian dari keputusan untuk menerima, dan ini penting sebagai jalan untuk mengurangi resiko difusi inovasi. Dalam beberapa kasus, difusi inovasi itu tidak dapat dicoba, biasanya seseorang hanya dapat melihat contoh melalui teman-teman yang sudah lebih dulu menggunakan sebagai “percobaan” pengganti. Inovasi yang dapat dicoba penggunaannya dalam skala kecil biasanya lebih cepat diterima. Seringkali orang yang mencoba inovasi berlanjut dengan keputusan untuk mengadopsi, jika inovasi itu setidak-tidaknya mempunyai keuntungan relative tertentu.

d.    Tahap Konfirmasi

Tahap konfirmasi berlangsung setelah ada keputusan untuk menerima atau menolak selama jangka waktu yang tak terbatas. Pada tahap ini seseorang berusaha untuk menghindari kenyataan yang menyimpang, yang bertentangan dengan keputusannya, jika hal itu terjadi, ia berusaha memperkecil ketaksesuaian itu.

(i)  Dissonansi Tindakan

Jika seseorang merasakan adanya ketakselarasan ini, biasanya ia terdorong untuk mengurangi keadaan ini dengan jalan mengubah pengetahuan, sikap atau tindakan-tindakannya.

(ii)          Diskontinuansi

Diskontinuansi adalah keputusan seseorang untuk menghentikan penggunaan inovasi setelah sebelumnya mengadopsi. Ada dua macam diskontinuansi; diskontinuansi karena mengganti inovasi, dan diskontinuansi karena kecewa. Macam yang pertama adalah keputusan untuk menghentikan penggunaan suatu inovasi karena ia menerima ide baru yang lebih baik.

Diskontinuansi macam yang kedua adalah keputusan untuk mogok sebagai akibat dari ketidakpuasan terhadap hasil inovasi. Ketidakpuasan itu mungkin timbul karena inovasi tersebut tidak cocok baginya atau relative tidak memberikan keuntungan. Tipe keputusan ini mempunyai banyak kelebihan yaitu:

a.    Pilihan terhadap inovasi tertentu memang berasal dari individu yang bersangkutan sehingga dari segi kebutuhan lebih jelas kesesuaiannya. Pilihannya itu memang menggambarkan kondisi realitas sosial di tingkat lapisan terkecil dari masyarakat.

b.    Biasanya partisipasi dalam menerapkan inovasi lebih besar jika memang sesuai dengan keinginan atau kebutuhan masyarakat.

c.    Keberhasilan dari inovasi dengan tipe keputusan ini kemungkinan lebih besar peluangnya.

 

2.      Keputusan Inovasi Kolektif

Keputusan inovasi kolektif adalah keputusan inovasi yang dilakukan berdasarkan sesuatu kesepakatan kolektif dalam suatu komunitas atau organisasi. Inovasi akan jauh lebih cepat tersebar partisipasinya jika keputusan dilakukan berdasarkan kepentingan bersama kelompok tersebut. Penyebaran inovasi ke dalam suatu sistem sosial yang melibatkan seluruh anggota sistem biasanya dilakukan secara sukarela.

Apabila peserta yang terlibat cukup banyak, proses pengambilan keputusan biasanya berjalan sangat lambat, tergantung secara relatif pada jumlah individu, kecepatan proses komunikasi, tingkat kesenjangan atau kesesuaian persepsi, peluang terjadinya distorsi, keefektifan jaringan komunikasi, sistem strata sosial, dan lain-lain. Tipe keputusan kolektif lebih rumit prosesnya dibandingkan dengan tipe keputusan opsional. Pada tipe keputusan kolektif, peran seseorang sebagai fasilitator menjadi penting untuk dapat memfasilitasi proses pembuatan keputusan. Tanpa fasilitator, koordinasi pengambilan keputusan yang diambil akan sulit.

Proses Keputusan Inovasi Kolektif

Paradigma tentang tahapan pengambilan keputusan tipe kolektif sekaligus menyertakan pihak-pihak yang berperan dalam setiap tahapan dapat dilihat pada Gambar 1. Tahap stimulasi merupakan tahapan ketika anggota sistem sosial dirangsang atau didorong minatnya ke arah kebutuhan akan ide-ide baru untuk mengatasi permasalahan yang ada. Peranan yang sangat penting pada tahap ini terletak pada stimulator. Stimulator berfungsi sebagai seseorang yang menstimulasi anggota sistem sosial bahwa mereka membutuhkan ide- ide baru. Stimulator tersebut dapat berasal dari anggota sistem sosial, dari luar sistem sosial, atau dari stimulator tak langsung (dalam media komunikasi).

 

Gambar 1. Paradigma Proses Pembuatan Keputusan Inovasi Kolektif

Tahap inisiasi merupakan tahapan ketika ide-ide baru diperkenalkan dalam suatu sistem sosial. Pada tahap ini, inisiator berperan sebagai seseorang yang membawa informasi ke dalam sistem sosial dan mulai memperkenalkan ide-ide baru. Dalam suatu organisasi, biasanya dilakukan oleh konsultan ataupun anggota dari organisasi yang dapat berperan sebagai inisiator.

Tahap legitimasi merupakan tahapan ketika ide-ide baru dianggap sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh seluruh anggota komunitas. Proses pengesahan akan perlunya ide-ide baru tersebut dilakukan oleh legitimator. Legitimator ini biasanya seseorang yang sangat berpengaruh, kredibel, atau memiliki kekuasaan. Legitimator ini biasanya berasal dari anggota komunitas itu sendiri.

Tahap keputusan merupakan suatu tahapan ketika pada saat ini seluruh komunitas harus mengambil suatu konsensus, menolak, atau menerima ideide baru. Pada tahap ini, seluruh anggota sistem sosial memiliki hak untuk menyampaikan sikapnya sehingga dalam tahap pengambilan keputusan ini seluruh anggota sistem sosial ikut berperan.

Tahap tindakan atau pelaksanaan merupakan suatu tahapan ketika ideide baru yang telah dilegitimasi dan diputuskan dilaksanakan oleh seluruh anggota sistem sosial (baik ide-ide baru yang diterima maupun yang ditolak). Sekilas paradigma proses pembuatan keputusan inovasi kolektif mirip dengan tahap pembuatan keputusan opsional yang telah dijelaskan di depan. Namun, perbedaan yang sangat mencolok bahwa pengambilan keputusan pada tipe keputusan inovasi kolektif ada pada level anggota sistem sosial, komunitas, atau organisasi, sedangkan pada tipe keputusan inovasi opsional berada pada masing-masing individu.

 

3.      Keputusan Inovasi Otoritas

Tipe keputusan inovasi otoritas merupakan suatu keputusan inovasi yang dilakukan oleh suatu organisasi formal (Ananda, 2017). Organisasi formal yang dimaksud, misalnya pemerintah daerah/pusat, perusahaan, sekolah, dan sebagainya. Keputusan inovasi otoritas ini sangat menarik karena berkaitan dengan hubungan antara suatu organisasi formal dengan stafnya, masyarakat, dan anggota sistem sosial (individu).

Tipe keputusan inovasi ini sifatnya lebih pada suatu usaha penekanan/pemaksaan kehendak dari seseorang yang memiliki kekuasaan (atasan) kepada bawahan untuk menerima ide-ide baru. Dalam hal ini, pihak yang memiliki otoritas beranggapan bahwa ide-ide baru yang diperkenalkan merupakan satu-satunya inovasi yang dapat menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh organisasi/masyarakat. Jadi, dalam hal ini, jika suatu inovasi telah diputuskan untuk diterima, secara sistematis seluruh bagian organisasi atau masyarakat harus menerima dan mendukungnya.

Dalam proses keputusan otoritas ini, setidaknya ada dua macam unit yang terlibat dalam proses keputusan. Pertama, unit pengambil keputusan yang terdiri atas seseorang atau sekelompok orang yang menduduki posisi strata sosial yang lebih tinggi yang membuat keputusan akhir, apakah inovasi itu diterima atau ditolak. Kedua, unit adopsi, yaitu seseorang, kelompok, atau unit yang menerima akibat dari keputusan yang dilakukan oleh pihak otoritas.

Ciri-Ciri Keputusan Inovasi Otoritas

Ciri-ciri yang membedakan keputusan otoritas dengan bentuk keputusan lainnya:

a.    Individu tidak bebas menentukan pilihan dalam menolak atau menerima inovasi;

b.    Pembuatan keputusan dan pengadopsiannya dilakukan oleh orang atau unit yang berbeda;

c.    Unit pengambil keputusan menduduki posisi kekuasaan dan lebih tinggi dalam sistem sosial daripada unit adopsi;

d.    Unit pengambil keputusan dapat memaksa unit adopsi untuk menyesuaikan diri dengan keputusan;

e.    Keputusan inovasi otoritas lebih sering terjadi dalam organisasi formal.

Proses Keputusan Inovasi Otoritas

Rogers dan Shoemaker lebih lanjut menjelaskan paradigma tahap-tahap proses keputusan inovasi otoritas sebagai berikut:

Gambar 2. Paradigma yang Menunjukkan Tahapan dalam Proses

Keputusan Inovasi Otoritas

Tahap pengenalan adalah tahap yang paling besar peranannya dalam proses keputusan otoritas. Pada tahap ini, unit pengambil keputusan baru mulai mengenal adanya suatu inovasi yang mungkin dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan yang ada dalam suatu organisasi. Kemudian, pihak otoritas menginformasikan ke bawahannya suatu proses pengenalan inovasi dari atas ke bawah. Anggota organisasi yang berstatus rendah dapat saja memberikan tanggapan apabila arus komunikasi organisasi dengan atasan berjalan dengan baik walaupun bermuatan informasi yang mungkin negatif (kritik dari bawahan). Sering kali arus informasi dari bawahan yang berupa kritikan tidak berjalan semestinya (komunikasi tidak efektif) dan kritikan dari bawahan dipandang sebagai ancaman terhadap kekuasaan yang lebih tinggi. Mungkin juga bawahan mencoba melindungi posisi mereka atau diri sendiri dalam struktur jabatan organisasinya sehingga ia perlu menyaring informasi dari bawah ke atas.

Tahap persuasi adalah tahap ketika unit pengambil keputusan mulai melakukan penelitian tentang inovasi berdasarkan kebutuhan organisasi. Pada tahap ini, pencarian informasi lebih sistematis dan terencana, termasuk berkaitan dengan variabel-variabel biaya, kelayakan, kemungkinan pelaksanaan, dan sebagainya. Pada tahap ini, organisasi melakukan suatu pengujian terhadap hipotesis (inovasi).

Tahap keputusan adalah tahap ketika unit pengambil keputusan mencari informasi lebih banyak mengenai inovasi yang akan dilakukan dan menilainya berdasarkan kemanfaatan, kelayakan, dan konsekuensi yang mungkin diterima. Pada tahap ini, unit pengambil keputusan akan menetapkan apakah menerima atau menolak inovasi. Penerimaan keputusan inovasi otoritas oleh bawahan sangat tergantung pada partisipasinya dalam pembuatan keputusan.

Tahap komunikasi adalah tahap ketika unit pengambil keputusan menginformasikan kebijakan-kebijakan organisasi kepada bawahan. Tahap komunikasi ini merupakan tahap yang sangat menentukan suatu penerimaan adopsi atau penolakan adopsi suatu inovasi dapat dilaksanakan atau tidak. Pengalaman menunjukkan bahwa komunikasi dari atasan kepada bawahan jauh lebih lancar dibandingkan komunikasi dari bawahan ke atasan sehingga kadang kala pihak atasan tidak mengetahui apakah keputusan inovasi dapat dikomunikasikan dengan baik ke bawahan. Selain itu, struktur hierarkis dalam suatu organisasi yang terlalu panjang dapat menyebabkan terjadinya distorsi pesan sehingga informasi dari atasan tidak sempurna diterima oleh bawahan.

Tahap tindakan adalah tahap ketika inovasi mulai dilaksanakan oleh unit-unit adopsi. Tahap ini dapat dikatakan sebagai tahap akhir dari suatu proses inovasi otoritas. Pada tahap inilah, konsekuensi dari inovasi itu mulai tampak, baik konsekuensi yang menyenangkan maupun yang mengecewakan.

 

4.      Keputusan Inovasi Kontigensi

Keputusan inovasi kontigensi yaitu pemilihan menerima atau menolak suatu inovasi dapat dilakukan setelah ada keputusan inovasi yang mendahuluinya. Misalnya, di sebuah perguruan tinggi, seorang dosen tidak mungkin untuk memutuskan secara opsional untuk memakai komputer sebelum didahului keputusan oleh pimpinan fakultasnya untuk melengkapi peralatan di fakultas dengan komputer. Jadi, ciri pokok dari keputusan inovasi kontingen adalah digunakannya dua atau lebih keputusan inovasi secara bergantian untuk menangani suatu difusi inovasi, baik keputusan opsional, kolektif, maupun otoritas.

Keputusan inovasi kontigensi dipengaruhi oleh sistem sosial yang terlibat secara langsung dalam proses keputusan inovasi kolektif, otoritas, dan kontingen, serta mungkin tidak secara langsung terlibat dalam keputusan inovasi opsional.


 

BAB III

PENUTUP

 

Simpulan

Dari berbagai penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa:

1.    Proses keputusan inovasi merupakan proses yang dialami oleh individu (unit pengambil keputusan yang lain), mulai dari pertama tahu adanya inovasi, kemudian dilanjutkan dengan keputusan setuju terhadap inovasi, penetapan keputusan menerima atau menolak inovasi, implementasi inovasi, dan konfirmasi terhadap keputusan inovasi yang telah diambilnya.

2.    Tahapan-tahapan dari proses keputusan inovasi yaitu:

a.       Tahap pengetahuan, yaitu pada tahap ini seseorang menyadari adanya suatu inovasi dan ingin tahu bagaimana inovasi tersebut.

b.      Tahap bujukan atau persuasi dari proses keputusan inovasi, seseorang membentuk sikap menyenangi atau tidak menyenangi terhadap inovasi.

c.       Tahap keputusan, berlangsung jika seseorang melakukan kegiatan yang mengarahkan untuk menetapkan menerima atau menolak inovasi.

d.      Tahap implementasi berakhir jika penerapan inovasi sudah melembaga dan menjadi hal-hal yang bersifat rutin atau merupakan hal yang baru lagi.

e.       Tahap konfirmasi, seseorang mencari penguatan terhadap keputusan yang telah di ambilnya dan orang tersebut dapat menarik kesimpulan kembali keputusannya jika memang diperoleh informasi yang bertentangan dengan informasi semula.

3.    Tipe-tipe keputusan inovasi, diantaranya:

a.         Keputusan inovasi opsional yaitu keputusan seseorang untuk menerima atau menolak inovasi bukanlah tindakan yang sekali jadi, melainkan lebih menyerupai suatu proses yang terdiri dari serangkaian tindakan dalam jangka waktu tertentu.

b.        Keputusan inovasi kolektif adalah keputusan inovasi yang dilakukan berdasarkan sesuatu kesepakatan kolektif dalam suatu komunitas atau organisasi.

c.         Keputusan inovasi otoritas sifatnya lebih pada suatu usaha penekanan/pemaksaan kehendak dari seseorang yang memiliki kekuasaan (atasan) kepada bawahan untuk menerima ide-ide baru.

d.        Keputusan inovasi kontigensi yaitu pemilihan menerima atau menolak suatu inovasi dapat dilakukan setelah ada keputusan inovasi yang mendahuluinya.

DAFTAR PUSTAKA

 

Ananda, Rusydi dll. 2017. Inovasi Pendidikan Melejitkan Potensi Teknologi dan Inovasi Pendidikan. Medan: Widya Puspita.

Rogers, E.M. 2003. Diffusion of Innovation. New York: The Free Press.

Rusdiana, A. 2014. Konsep Inovasi Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia.

Saud, Udin. S. 2015. Inovasi Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

 

MAKALAH PROSES KEPUTUSAN INOVASI

  MAKALAH PROSES KEPUTUSAN INOVASI Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Inov a...