Kamis, 10 Desember 2020

MAKALAH TEORI-TEORI PEMBELAJARAN

(Teori belajar John B. Watson, Ivan P. Pavlov, dan Burrhus Frederic Skinner)


I.     PENDAHULUAN

Pembelajaran menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Bab I Pasal 1 Ayat 20 merupakan proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Tujuan pembelajaran pada hakikatnya yaitu diperolehnya perubahan perilaku individu. Perubahan tersebut adalah akibat dari perbuatan belajar.[1] Perubahan yang dimaksud yaitu perubahan menuju ke perbuatan yang positif. Perubahan-perubahan positif tertuang dalam suatu proses yang dikenal sebagai proses pembelajaran. Berhasil tidaknya proses pembelajaran dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya yaitu motivasi belajar.

Motivasi tidak hanya penting karena menjadi faktor penyebab belajar, namun juga berpengaruh dalam meningkatkan intensitas belajar dan meningkatkan hasil belajar. Padahal dalam suatu kelas masing-masing peserta didik memiliki motivasi belajar yang berbeda. Hal seperti ini merupakan salah satu peran pendidik untuk menumbuhkan motivasi belajar peserta didik, yang dapat dilakukan dengan pembelajaran yang menarik, memerhatikan peserta didik, interaktif dan kreatif maka akan dapat meningkatkan motivasi belajar peserta didik.[2]

Penelitian Muhammad Imam Bustanul Arifin yang berjudul “Pengaruh Penerapan Teori Belajar Behavioristik dan Prinsip-Prinsip Pembelajaran terhadap Motivasi Belajar Peserta Didik SMP Al-Islam Gunungpati Semarang” memaparkan bahwa terdapat pengaruh positif yang signifikan antara penerapan teori belajar behavioristik terhadap motivasi belajar siswa. Adapun besaran pengaruh penerapan teori belajar behavioristik terhadap motivasi belajar adalah sebesar 34,5%. Teori belajar behavioristik menekankan pada pemberian stimulus dari pendidik untuk menimbulkan respon belajar. Pemberian stimulus-stimulus dari pendidik tersebut akan menimbulkan berbagai bentuk respon belajar yang salah satunya adalah dalam bentuk motivasi siswa ketika mengikuti pembelajaran.[3]

Berdasarkan uraian di atas, maka makalah ini menjelaskan beberapa teori belajar behavioristik. Teori belajar tersebut meliputi: teori belajar Watson, Ivan Pavlov, dan B. F. Skinner.

II.  RUMUSAN MASALAH

A.  Bagaimana penjelasan tentang teori belajar menurut John B. Watson?

B.  Bagaimana penjelasan tentang teori belajar menurut Ivan P. Pavlov?

C.  Bagaimana penjelasan tentang teori belajar menurut B. F. Skinner?

D.  Bagaimanakah penerapan teori belajar behavioristik dalam proses pembelajaran?

 

III.   PEMBAHASAN

A.  Teori belajar menurut John B. Watson

Behavioristik adalah sebuah aliran dalam pemahaman tingkah laku manusia yang dikembangkan oleh John B. Watson (1878-1958), seorang ahli psikologi Amerika pada tahun 1930, sebagai reaksi atas teori psikodinamika. Perspektif behavioristik berfokus pada peran dari belajar dan menjelaskan tingkah laku manusia. Asumsi dasar mengenai tingkah laku menurut teori ini bahwa tingkah laku   sepenuhnya ditentukan oleh aturan-aturan yang diramalkan dan dikendalikan. Menurut Watson dan para ahli lainnya meyakini bahwa tingkah laku manusia merupakan hasil dari pembawaan genetis dan pengaruh lingkungan atau situasional. Tingkah laku dikendalikan oleh kekuatan-kekuatan yang tidak rasional. Hal ini didasari dari hasil pengaruh lingkungan yang membentuk dan memanipulasi tingkah laku.[4]

Manusia adalah makhluk reaktif yang tingkah lakunya dikontrol oleh faktor- faktor berasal dari luar. Salah satu faktor tersebut yaitu faktor lingkungan yang menjadi penentu dari tingkah laku manusia. Berdasarkan pemahaman ini, kepribadian individu dapat dikembalikan kepada hubungan antara individu dan lingkungannya. Hal-hal yang mempengaruhi perkembangan kepribadian individu semata-mata bergantung pada lingkungan. Menurut teori ini, orang terlibat di dalam tingkah laku karena telah mempelajarinya melalui pengalaman-pengalaman terdahulu, menghubungkan tingkah laku tersebut dengan hadiah-hadiah. Orang menghentikan tingkah laku, karena belum diberi hadiah atau telah mendapatkan hukuman. Semua tingkah laku, baik bermanfaat atau merusak merupakan tingkah laku yang dipelajari oleh manusia.[5]

Menurut Watson, belajar sebagai proses interaksi antara stimulus dan respons, stimulus dan respons yang dimaksud harus dapat diamati dan dapat diukur. Oleh sebab itu seseorang mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri selama proses belajar. Seseorang menganggap faktor tersebut sebagai hal yang tidak perlu diperhitungkan karena tidak dapat diamati. Watson adalah seorang behavioris murni,  kajiannya tentang belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperi fisika atau biologi yang sangat berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh dapat diamati dan diukur. Watson berasumsi bahwa hanya dengan cara demikianlah akan dapat diramalkan perubahan-perubahan yang terjadi setelah seseorang melakukan tindakan belajar.[6]

Penelitian Achmad Pandu Setiawan yang berjudul “Aplikasi Teori Behavioristik dan Konstruktifistik dalam Kegiatan Pembelajaran di Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Raden Wijaya Mojokerto”, memaparkan pemahaman tentang pentingnya teori belajar behaviourisme yang dikolaborasikan dengan teori belajar kognitif untuk menciptakan pendekatan pembelajaran yang cocok dan efektif. Pengetahuan yang luas dan mendalam memungkinkan seorang dosen menerima pandangan dan gagasan yang berbeda dari peserta didik dan juga memungkinkan untuk menunjukkan apakah gagasan itu jalan atau tidak. Penguasaan bahan memungkinkan seorang dosen mengerti macam-macam jalan dan model untuk sampai pada suatu pemecahan persoalan tanpa terpaku pada satu model. Kedua modal ini tidak dapat dipisahkan karena beberapa unsur saling melengkapi.

 

B.  Teori belajar menurut Ivan P. Pavlov

Paradigma kondisioning klasik merupakan karya besar Ivan P. Pavlov (1849-1936), ilmuan Rusia yang mengembangkan teori perilaku melalui percobaan tentang anjing dan air liurnya. Proses yang ditemukan oleh Pavlov, karena perangsang yang asli dan netral atau rangsangan biasanya secara berulang-ulang dipasangkan dengan unsur penguat yang menyebabkan suatu reaksi. Perangsang netral disebut perangsang bersyarat atau terkondisionir, yang disingkat dengan CS (conditioned stimulus). Penguatnya adalah perangsang tidak bersyarat atau US (unconditioned stimulus). Reaksi alami atau reaksi yang tidak dipelajari disebut reaksi bersyarat atau CR (conditioned response). Pavlov mengaplikasikan istilah-istilah tersebut sebagai suatu penguat. Maksudnya setiap agen seperti makanan, yang mengurangi sebagaian dari  suatu kebutuhan. Dengan demikian dari mulut anjing akan keluar air liur (UR) sebagai reaksi terhadap makanan (US). Apabila suatu rangsangan netral, seperti sebuah bel atau genta (CS) dibunyikan bersamaan dengan waktu penyajian maka peristiwa ini akan memunculkan air liur (CR).[7]

Melalui paradigma kondisioning klasiknya, Pavlov memperlihatkan anjing dapat dilatih mengeluarkan air liur bukan terhadap rangsang semula (makanan), melainkan terhadap rangsang bunyi. Hal ini terjadi pada waktu memperlihatkan makanan kepada anjing sebagai rangsang yang menimbulkan air liur, dilanjutkan dengan membunyikan lonceng atau bel berkali-kali, akhirnya anjing akan mengeluarkan air liur apabila mendengar bunyi lonceng atau bel, walaupun makanan tidak diperlihatkan atau diberikan. Disini terlihat bahwa rangsang makanan telah berpindah ke rangsang bunyi untuk memperlihatkan jawaban yang sama, yakni pengeluaran air liur. Paradigma kondioning klasik ini menjadi paradigma bermacam- macam pembentukan tingkah laku yang merupakan rangkaian dari satu kepada yang lain. Kondisoning klasik ini berhubungan pula dengan susunan syaraf tak sadar serta otot-ototnya. Dengan demikian emosional merupakan sesuatu yang terbentuk melalui kondisioning klasik.[8]

Teori belajar pengkondisian klasik merujuk pada sejumlah prosedur pelatihan karena satu stimulus dan rangsangan muncul untuk menggantikan stimulus lainnya dalam mengembangkan suatu respon. Prosedur ini disebut klasik karena prioritas historisnya seperti dikembangkan Pavlov. Kata clasical yang mengawali nama teori ini semata-mata dipakai untuk menghargai karya Pavlov yang dianggap paling dahulu dibidang conditioning (upaya pengkondisian) dan untuk membedakannya dari  teori  conditioning  lainnya.   Perasaan orang belajar bersifat pasif karena untuk mengadakan respon perlu adanya suatu stimulus tertentu, sedangkan mengenai penguat menurut pavlov bahwa stimulus yang tidak terkontrol (unconditioned stimulus) mempunyai hubungan dengan penguatan. Stimulus itu yang menyebabkan adanya pengulangan tingkah laku dan berfungsi sebagai penguat.[9]

Penelitian Dave Peel yang berjudul “The significance of behavioural learning theory to the development of effective coaching practice”, memaparkan pemahaman tentang pentingnya teori belajar behaviourisme pada praktik pelatihan dengan penggunaan pemodelan perilaku (efektifitas pribadi dan motivasi). Selain itu juga menggabungkan visualisasi untuk mengubah keadaan mental dan perilaku yang merupakan teknik yang menggunakan rangsangan dan penguatan. Banyak pelatih yang menggunakan teknik ini secara teratur sebagai bagian dari pelatihannya, karena sangat membantu pelatih mengatasi hambatan belajar, memberikan kesempatan untuk mengidentifikasi, membantu individu untuk mengubah nilai mereka. Hal ini memiliki dampak yang lebih besar pada perilaku daripada mengubah tingkat keterampilan saja.

 

C.  Teori belajar menurut Burrhus Frederic Skinner

Burrhus Frederic Skinner (1904-1990) adalah seorang  psikolog dari Harvard yang telah berjasa mengembangkan  teori  perilaku Watson. Menurut Skinner, perkembangan adalah perilaku.[10] Oleh karena itu para behavioris yakin bahwa perkembangan dipelajari dan sering berubah sesuai dengan pengalaman-penglaman  lingkungan. Skinner mengembangkan teori pengkondisian operan (conditioning) dengan menggunakan tikus sebagai percobaan. Untuk mendemontrasikan pengkondisian operan di laboratorium, Skinner meletakkan seekor tikus yang lapar dalam sebuah kotak, yang disebut kotak Skinner. Di dalam kotak tersebut, tikus dibiarkan melakukan aktivitas, berjalan dan menjelajahi keadaan sekitar. Dalam aktivitas itu, tikus tanpa sengaja menyentuh suatu tuas dan menyebabkan keluarnya makanan. Tikus akan melakukan lagi aktivitas yang sama untuk memperoleh makanan, yakni dengan menekan tuas. Semakin lama semakin sedikit aktivitas yang dilakukan untuk menyentuh tuas dan memperoleh makanan. Disini tikus mempelajari hubungan antara tuas dan makanan. Hubungan ini akan terbentuk apabila makanan tetap merupakan hadiah bagi kegiatan yang dilakukan tikus.[11]

Menurut Skinner, suatu respons sesungguhnya juga menghasilkan sejumlah konsekuensi yang nantinya akan mempengaruhi tingkah laku manusia. Untuk memahami tingkah laku peserta didik secara tuntas menurut Skinner perlu memahami hubungan antara satu stimulus dengan stimulus lainnya, memahami respons itu sendiri, dan berbagai konsekuensi yang diakibatkan oleh respons tersebut.[12] Menurut Skinner, pengkondisian operan terdiri dari 2 konsep utama, yaitu:[13]

 

1.    Penguatan (Reinforcement)

a.    Penguatan positif (positive reinforcement) yaitu apa saja stimulus yang dapat meningkatkan sesuatu tingkah laku. Penguatan ini dapat berupa benda, penguatan sosial (pujian, sanjungan) atau token (seperti nilai ujian). Contohnya ketika seseorang siswa yang mencapai prestasi tinggi diberikan hadiah maka dia akan mengulangi prestasi itu dengan harapan dapat hadiah lagi.

b.    Penguatan negatif (negative reinforcement) yaitu apa saja stimulus yang menyakitkan atau yang menimbulkan kekadaan tidak menyenangkan atau tidak mengenakan perasaan sehingga dapat mengurangi terjadinya sesuatu tingkah laku. Contohnya ketika seorang siswa akan meninggalkan kebiasaan terlambat mengumpulkan tugas karena tidak tahan selalu dicemooh oleh gurunya.

2.    Hukuman (punishment) yaitu apa saja stimulus yang menyebabkan sesuatu respon atau tingkah laku menjadi berkurang atau bahkan langsung dihapuskan atau ditinggalkan. Contohnya ketika seorang siswa yang tidak mengerjakan PR tidak diperbolehkan bermain bersama teman-temannya saat jam istirahat.

Konsep-konsep dikemukanan Skinner tentang belajar lebih mengungguli konsep para tokoh sebelumnya. Skinner menjelaskan konsep belajar secara sederhana, tetapi lebih komprehensif. Menurut Skinner hubungan antara stimulus dan respons yang terjadi melalui interaksi dengan lingkungannya, kemudian menimbulkan perubahan tingkah laku yang tidak sesederhana yang dikemukakan oleh tokoh-tokoh sebelumnya. Menurutnya respons yang diterima seseorang tidak sesederhana demikian, karena stimulus-stimulus yang diberikan akan saling berinteraksi dan interaksi antar stimulus tersebut yang mempengaruhi respons yang dihasilkan. Respons yang diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi tersebut nantinya mempengaruhi munculnya perilaku.[14] Oleh karena itu, dalam memahami tingkah laku seseorang secara harus memahami hubungan antara stimulus yang satu dengan lainnya, serta memahami konsep yang mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuensi yang timbul akibat respons tersebut. Skinner juga mengemukakan dengan menggunakan perubahan-perubahan mental sebagai alat menjelaskan tingkah laku yang hanya menambah rumitnya masalah, sebab setiap alat yang digunakan perlu penjelasan.[15]

Penelitian Rifnon Zaini yang berjudul “Studi Atas Pemikiran B.F. Skinner tentang Belajar”, memaparkan kelebihan dari teori yang diajukan oleh Skinner ini adalah pendidik diarahkan untuk menghargai setiap anak didiknya. Hal ini ditunjukkan dengan dihilangkannya sistem hukuman. Hal itu didukung dengan adanya pembentukan lingkungan yang baik. Adapun kelemahan teori skinner ini adalah: pertama, proses belajar itu dipandang dapat diamati secara langsung, padahal belajar adalah proses kegiatan mental yang tidak dapat disaksikan dari luar kecuali sebagian gejalanya. Kedua, proses belajar ini dipandang bersifat otomatis-mekanis, sehingga terkesan seperti mesin dan robot. Padahal setiap siswa memiliki selfregulation (kemampuan mengatur diri sendiri) dan self control (pengendalian diri) yang bersifat kognitif, dan karenanya ia bisa menolak merespons jika ia tidak menghendaki, misalnya karena lelah atau berlawanan dengan kata hati. Ketiga, proses belajar manusia dianalogikan dengan prilaku hewan itu sangat sulit diterima, mengingat amat mencoloknya perbedaan antara karakter  fisik dan psikis manusia dengan karakter fisik dan psikis hewan.

 

D.  Penerapan teori belajar behavioristik dalam proses pembelajaran

Teori belajar behavioristik menekankan terbentuknya perilaku terlihat sebagai hasil belajar. Teori belajar behavioristik dengan model hubungan stimulus respons, menekankan siswa yang belajar sebagai individu yang pasif. Munculnya perilaku siswa yang kuat apabila diberikan penguatan dan akan menghilang jika dikenai hukuman.[16] Teori belajar behavioristik berpengaruh terhadap masalah belajar, karena belajar ditafsirkan sebagai latihan-latihan untuk pembentukan hubungan antara stimulus dan respons. Dengan memberikan rangsangan, siswa akan bereaksi dan menanggapi rangsangan tersebut. Hubungan stimulus-respons menimbulkan kebiasaan-kebiasaan otomatis belajar.  Dengan  demikian  kelakuan   anak terdiri atas respons-respons tertentu terhadap stimulus-stimulus tertentu.

Penerapan teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa komponen seperti: tujuan pembelajaran, materi pelajaran, karakteristik siswa, media, fasilitas pembelajaran, lingkungan, dan penguatan.[17] Teori belajar behavioristik cenderung mengarahkan siswa untuk berfikir. Pandangan teori belajar behavioristik merupakan  proses pembentukan, yaitu membawa siswa untuk mencapai target tertentu, sehingga menjadikan siswa tidak bebas berkreasi dan berimajinasi. Pembelajaran yang dirancang pada teori belajar behavioristik memandang pengetahuan adalah objektif, sehingga belajar merupakan perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan kepada siswa. Oleh sebab itu siswa diharapkan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang diterangkan oleh guru itulah yang harus dipahami oleh siswa.

Hal yang paling penting dalam teori belajar behavioristik adalah masukan dan keluaran yang berupa respons. Menurut teori ini, antara stimulus dan respons dianggap tidak penting diperhatikan karena tidak dapat diamati dan diukur. Dengan demikian yang dapat diamati hanyalah stimulus dan respons. Oleh sebab itu, apa saja yang diberikan oleh guru dan apa saja yang dihasilkan oleh siswa semuanya harus dapat diamati dan diukur yang bertujuan untuk melihat terjadinya perubahan tingkah laku. Faktor lain yang penting dalam teori belajar behavioristik adalah faktor penguatan. Di lihat dari pengertiannya penguatan adalah segala sesuatu yang dapat memperkuat timbulnya respons. Pandangan behavioristik kurang dapat menjelaskan adanya variasi tingkat emosi siswa, walaupun siswa memiliki pengalaman penguatan yang sama. Pandangan behavioristik tidak dapat menjelaskan dua anak yang mempunyai kemampuan dan pengalaman penguatan yang relatif sama. Di lihat dari kemampuannya, kedua anak tersebut mempunyai perilaku dan tanggapan berbeda dalam memahami suatu pelajaran. Oleh sebab itu teori belajar behavioristik hanya mengakui adanya stimulus dan respons yang dapat diamati. Teori belajar behavioristik tidak memperhatikan adanya pengaruh pikiran atau perasaan yang mempertemukan unsur- unsur yang diamati.[18]

Teori belajar behavioristik menekankan pada perubahan tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon, sedangkan belajar sebagai aktivitas yang menuntut siswa mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari. Berikut ini prinsip dari teori belajar behavioristik, yaitu:[19]

1.    Teori belajar behavioristik beranggapan yang dinamakan belajar adalah perubahan tingkah laku. Seseorang dikatakan telah belajar jika yang bersangkutan dapat menunjukkan perubahan tingkah laku.

2.    Teori ini beranggapan yang terpenting dalam belajar adalah adanya stimulus dan respons, karena hal ini yang dapat diamati, sedangkan apa yang terjadi dianggap tidak penting karena tidak dapat diamati.

3.    Penguatan, yakni apa saja yang dapat menguatkan timbulnya respons, merupakan faktor penting dalam belajar.

Pendidikan berupaya mengembangkan perilaku siswa ke arah yang lebih baik. Pendidik berupaya agar dapat memahami peserta didik yang beranjak dewasa. Perkembangan perilaku merupakan objek pengamatan dari aliran- aliran behaviorisme. Perilaku dapat berupa sikap, ucapan, dan tindakan seseorang sehingga perilaku ini merupakan bagian dari psikologi. Oleh sebab itu, psikologi pendidikan mengkaji masalah yang memengaruhi perilaku orang ataupun kelompok dalam proses belajar.

 

IV.    KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diambil dari makalah ini yaitu sebagai berikut:

A.  Menurut Watson tingkah laku manusia merupakan hasil dari pembawaan genetis dan pengaruh lingkungan atau situasional. Tingkah laku dikendalikan oleh kekuatan-kekuatan yang tidak rasional.

B.  Menurut Pavlov dengan teori kondisioning klasik merujuk pada sejumlah prosedur pelatihan karena satu stimulus dan rangsangan muncul untuk menggantikan stimulus lainnya dalam mengembangkan suatu respon.

C.  Selanjutnya, menurut  Skinner belajar lebih mengungguli konsep para tokoh sebelumnya. Skinner mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana, tetapi lebih komprehensif. Menurut Skinner hubungan antara stimulus dan respons terjadi melalui interaksi dengan lingkungan kemudian menimbulkan perubahan tingkah laku.

D.  Penerapan teori belajar behavioristik dalam pembelajaran, yaitu antara stimulus dan respons dianggap tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan diukur. Dengan demikian yang dapat diamati hanyalah stimulus dan respons. Oleh sebab itu, apa saja yang diberikan oleh guru dan apa saja yang dihasilkan oleh siswa semuanya harus dapat diamati dan diukur yang bertujuan untuk melihat terjadinya perubahan tingkah laku.

 

V.  REFERENSI

Achmad Pandu Setiawan. 2016. Aplikasi Teori Behavioristik dan Konstruktifistik dalam Kegiatan Pembelajaran di Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Raden Wijaya Mojokerto. Jurnal Ilmiah Pendidikan Agama Islam, November 06(02): 33-46.

Arifin, Muhammad Imam Bustanul. 2017. Pengaruh Penerapan Teori Belajar Behavioristik Dan Prinsip-Prinsip Pembelajaran Terhadap Motivasi Belajar Peserta Didik Smp Al-Islam Gunungpati Semarang. Skripsi. Program Studi Teknologi Pendidikan, FIP, UNNES.

Desmita. 2005. Psikologi   Perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Dirman dan Juarsih, C. 2014. Teori Belajar dan Prinsip-Prinsip Pembelajaran yang Mendidik. Jakarta: Rineka Cipta.

Ertikanto, Chandra. 2016. Teori Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: Media Akademi.

Moulifatiha, et al. 2014. Attitude and Motivations in Learning English as a Foreign Language. International Journal of Arts & Sciences, 07(03): 117-128.

Mukinan. 1997. Teori Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: P3G IKIP.

Nahar, Novi Irwan. 2016. Penerapan Teori Belajar Behavioristik Dalam Proses Pembelajaran. Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial, Vol. 1 Desember: 64-74.

Nasution. 2006. Asas-Asas Kurikulum. Jakarta: Bumi Aksara.

Peel, Dave. 2005. The significance of behavioural learning theory to the development of effective coaching practice. International Journal of Evidence Based Coaching and Mentoring, 03(01): 18-28.  

Putrayasa, Ida Bagus. 2013. Landasan Pembelajaran. Bali: Undiksha Press.

Schunk, Dale H. 2012. Learning Theories An Educational Perspective. The University of North Carolina at Greensboro: Pearson.

S.M, Ismail. 2010. Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasis PAIKEM. Semarang: RaSAIL Media Group.

Sugandi, Ahmad. 2007. Teori Pembelajaran. Semarang: UPT MKK UNNES.

Zaini, Rifnon. 2014. Studi Atas Pemikiran B.F. Skinner Tentang Belajar. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Dasar, 01(01): 118-129.

Zulhammi. 2015. Teori Belajar Behavioristik dan Humanistik dalam Perspektif Pendidikan Islam. Jurnal Darul Ilmi, 03(01): 105-127.



[1] Ismail SM, Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasis PAIKEM, (Semarang: RaSAIL Media Group, 2010), hlm. 10.

[2] Moulifatiha et al., Attitude and Motivations in Learning English as a Foreign Language, (International Journal of Arts & Sciences: 07 (03), 2014), hlm. 125.

[3] Arifin, M. I. B., Pengaruh Penerapan Teori Belajar Behavioristik dan Prinsip-Prinsip Pembelajaran terhadap Motivasi Belajar Peserta Didik SMP Al-Islam Gunungpati Semarang, Skripsi (Program Studi Teknologi Pendidikan, FIP, UNNES, 2017), hlm. 103.

[4] Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009). hlm.44.

[5] Nahar, Novi Irwan, Penerapan Teori Belajar Behavioristik Dalam Proses Pembelajaran, Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial: Vol. 1 Desember 2016), hlm.68.

[6] Putrayasa, Ida Bagus, Landasan Pembelajaran, (Bali: Undiksha Press, 2013), hlm. 46.

[7] Desmita, Psikologi   Perkembangan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005), hlm. 55.

[8] Desmita, Psikologi   Perkembangan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005), hlm. 56.

[9] Zulhammi, Teori Belajar Behavioristik dan Humanistik dalam Perspektif Pendidikan Islam, (Jurnal Darul Ilmi, Vol. 3 No. 1, 2015) hlm. 119.

[10] Schunk, Dale H, Learning Theories An Educational Perspective, (The University of North Carolina at Greensboro: Pearson, 2012), hlm. 88.

[11] Desmita, Psikologi   Perkembangan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005), hlm. 57.

[12] Dirman dan Juarsih, C., Teori Belajar dan Prinsip-Prinsip Pembelajaran yang Mendidik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2014), hlm. 15.

[13] Ertikanto, Chandra, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Yogyakarta: Media Akademi, 2016), hlm. 7-8.

[14] Nahar, Novi Irwan, Penerapan Teori Belajar Behavioristik Dalam Proses Pembelajaran, Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial: Vol. 1 Desember 2016), hlm.71.

[15] Putrayasa, Ida Bagus, Landasan Pembelajaran, (Bali: Undiksha Press, 2013), hlm. 48.

[16] Nasution, Asas-Asas Kurikulum, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), hlm.66.

[17] Sugandi, Ahmad, Teori Pembelajaran, (Semarang: UPT MKK UNNES, 2007), hlm. 35.

[18] Putrayasa, Ida Bagus, Landasan Pembelajaran, (Bali: Undiksha Press, 2013), hlm. 49.

[19] Mukinan, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Yogyakarta: P3G IKIP, 1997), hlm. 23.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MAKALAH PROSES KEPUTUSAN INOVASI

  MAKALAH PROSES KEPUTUSAN INOVASI Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Inov a...